Jumat, 31 Juli 2009

Nyanyian Gereja VS Gereja, Perbedaan Generasi, Doktrin

Edi P. labang
Pandangan terhadap lagu-lagu rohani yang kontemporer seringkali dianggap negatif oleh sebagian umat Kristiani. Tidak jarang lagu-lagu rohani yang bermunculan saat ini dianggap lagu ”kacangan”, tidak ada makna teologinya. Bila perlu, lagu-lagu yang demikian tidak usah dipakai dalam ibadah gereja. Sementara lagu-lagu himne adalah lagu yang membuat ngantuk dsb.
Banyaklah alasan yang mereka gunakan untuk mempertahankan pendapat mereka masing-masing tentang nyanyian gereja tersebut.
Tanpa kita sadari, tidak sedikit gereja yang pecah, hanya karena masalah lagu atau nyanyian gereja ini. Aneh dan sungguh aneh bin ajaib.
Perpecahan gereja muncul karena sebagian jemaat menganggap lagu himne adalah yang cocok, sedangkan sebagian lagi menganggap bahwa lagu himne bikin ngantuk dan tidak bersemangat. Adalagi pula jemaat yang senang lagu kontemporer, karena memberi kegairahan untuk memuji dan menyembah, sedangkan sebagian lagi menganggap bahwa itu hanya luapan emosional belaka.
Ada pula jemaat yang beribadah di satu gereja, tetapi membagi waktu ibadahnya menjadi dua; dimana ibadah pagi diikuti oleh jemaat yang senang lagu himne, sedangkan ibadah sore, diikuti oleh jemaat yang suka lagu kontemporer. Hal ini terlepas dari waktu jemaat.
Apa sebenarnya yang menyebabkan segala permasalahan ini?
Ada beberapa hal yang perlu kita pikirkan secara bersama-sama:
1. Gereja tidak memberikan pemahaman liturgi bagi setiap anggota jemaatnya. Hal inilah yang mengakibatkan jemaat tidak memiliki dasar liturgi gereja yang benar, hingga muncullah hakim-menghakimi satu dengan yang lain, akhirnya pecah. Yang paling ditakutkan adalah; jangan-jangan jemaat yang beribadah, tidak mengerti setiap makna liturgi, yang dia tahu hanya ”Sehabis votum dan salam, pasti nats pembimbing dst..”, tanpa mengerti setiap bagian-bagian liturgi gereja. Hasilnya bukan untuk memuaskan hati Tuhan, tetapi hati diri sendiri, jemaat, pendeta, majelis dsb.

2. Perbedaan generasi juga mempengaruhi nyanyian gereja. Generasi tua pasti senang lagu yang bernuansa himne, hal ini dikarenakan mereka terlahir di zaman nyanyian gereja yang seperti itu, meskipun ada generasi tua yang lebih terbuka terhadap nyanyian kontemporer. Generasi tua yang tertutup inilah yang sangat sulit menerima nyanyian rohani era baru ini. Sebab mereka sudah terbiasa dengan lagu-lagu himne atau yang bersifat khusuk. Generasi muda yang hidup pada zaman sekarang ini, lebih senang nyanyian baru, hal ini dikarenakan mereka hidup di zaman yang modern di mana nyanyian gereja mulai berkembang. Generasi tua tidak bisa memaksa atau menghakimi generasi muda, begitu pula sebaliknya. Faktor generasi sangat menentukan nyanyian gereja. Kedua-duanya harus saling memahami dan harus saling terbuka satu dengan yang lain.

3. Doktrin gereja juga menentukan nyanyian gereja. Dikatakan demikian karena nyanyian di setiap gereja, sangat dipengaruhi oleh doktrin-doktrin gereja tersebut. Gereja yang fundamental sangat dekat dengan nyanyian himne dsb; sedangkan gereja kharismatik dekat dengan lagu-lagu kontemporer yang lebih menyentuh. Pendoktrinan terhadap nyanyian gereja ini telah sangat dikeramatkan. Bila menyimpang dikatakan sesat. Padahal yang sesat itu hanyalah cara berpikir yang sempit dan selalu menganggap diri lebih saleh, lebih benar, lebih baik, lebih banyak Roh dsb. Jangan sampai doktrin gereja yang kita anggap ”benar” tersebut, justru membuat Tuhan murka terhadap kita. Evaluasi cara kita bergereja.

Kesimpulannya : Nyanyian gereja tidak diciptakan untuk memecah-belah, hakim-menghakimi antara satu dengan yang lain. Apapun nyanyian gereja itu, ia diciptakan agar kita hidup untuk Tuhan dan Sesama.