Selasa, 08 Desember 2009

Study Narasi: RESPON TERHADAP PENGAJARAN YESUS (Yohanes 7:1-8:30)



Pendahuluan
Pendekatan narasi dalam studi biblika, bisa dikatakan pendekatan yang paling ilmiah. Pendekatan ini hampir sama dengan pendekatan terhadap perumpamaan, di mana karakter yang membawa pesan, atau dengan kata lain, bahwa tema di bawakan oleh karakter itu sendiri. Pendekatan seperti ini sangat sistematis, dan tepat sasaran karena tema mengendalikan kemungkinan penafsiran yang bersifat meluas dan tidak terfokus, bahkan kalau dalam perumpamaan, bersifat alegoris.
Teks Yohanes 7:1-8:30 berikut ini merupakan hasil dari pendekatan narasi, dan tentunya pesan yang di dapat sangat jauh berbeda dengan pesan penafsiran yang pada umumnya.

Penelitian Naskah (Textual Criticism)
Di dalam narasi Yoh. 7:1-8:30, ada beberapa ayat yang mengalami masalah penerjemahan, di antaranya adalah Yoh. 7:1, 8, 9, 10, 36, 39, 40, 46, 52, 53- 8:11, 16, 25 dan hanya 3 di bawah ini yang dianggap penting.
7: 1 etelen {A}
Melalui kata ini kita bisa mengasumsikan bahwa di dalam beberapa bagian dari tulisan Yohanes, mengunakan kata exein eshosian e;cein evxousi,an, yang berarti “to be able” (10:18 twice; compare 19: 10 ). Terutama sekali karena pembacaan itu sendiri nampaknya telah menjadi pembacaan yang sulit. Oleh karena itu, idiom tersebut bukanlah sesuatu yang aneh bagi Yohanes, kalau hal itu bisa terjadi di tempat lain, karena etelen digunakan untuk memberi penegasan pada ayat-ayat yang sulit dalam pembacaan teks tersebut.
7:10 alla (os){C}
Dalam bagian lain, bukti-bukti luar dengan kuat mendukung pembacaan dengan mengunakan os, sejak suatu bentuk selipan kopian kata dalam bentuk perintah untuk mengurangi kesalahan dari penggunaan kata en krupto. Usaha untuk menunjukkan keseimbangan, a majority of the Committee, tetap mengunakan kata dalam teks tersebut, tetapi dengan melampirkan itu dalam square brackets untuk mengindikasikan keragu-raguan bahwa sesuatu yang benar berdiri di situ.
7:39 pneuma {A}
Kecenderungan untuk menambahkan agion keduanya bersifat alami dan tersebar luas di antara para penulis Kristen. Mengingat jika kata tersebut hadir dalam bentuk aslinya, hal itu akan menghilangkan makna aslinya. Oleh karena itu pembaca bayangan diberitahu bahwa yang Yohanes maksud dengan Roh bukanlah di dalam eksistensi sebelumnya bagi kemulian Yesus, di mana bentuk keseragaman dengan salinan pengantar modifikasi: (1) “Roh Kudus belum diberikan dedomenon (dedome,non),(2) “Roh Kudus belum diberikan atas mereka, dan (3) “ Belum datangnya Roh Kudus, “

Relasi Intratekstual
Sekilas kita membaca teks Yoh. 7:1-8:30, merupakan sutau pembacaan yang cukup panjang. LAI membagi teks yang panjang ini ke dalam 7 (tujuh) bagian perikop. Akan tetapi kalau kita meneliti teks dan mengalinya, maka akan kita temukan bahwa teks ini sebenarnya tidaklah dibagi-bagi ke dalam beberapa bagian perikop, tetapi merupakan suatu kesatuan atau dengan kata lain satu perikop pembacaan, di mana judul perikopnya adalah “Respon Terhadap Pengajaran Yesus”.
Teks Yoh. 7:1-8:30, sangat berkaitan erat dengan teks-teks di atasnya (Yoh 6:1-71) dan di bawahnya (Yoh. 8:31-59) serta hubungannya dengan maksud Injil ini ditulis (Yoh. 20:30-31).
Resposn terhadap pengajaran Yesus terdiri dari alternatif; yakni percaya dan tidak percaya, dan bentuk-bentuknya yang berbeda. Dalam Yoh. 6:1-71, sangat nampak bagaimana respon banyak orang, baik secara individu maupun secara kolompok, terhadap pengajaran Yesus. Ada yang percaya penuh, ada yang ragu-ragu dan ada pula yang tidak percaya sama sekali. Bentuk-bentuk respons tersebut juga nampak dalam teks yang ada di bawahnya (Yoh. 8:3-59), di situ diperlihatkan bagaimana respon orang yang sukar sekali percaya pada pengajaran Yesus (orang-orang Yahudi).
Reposn terhadap pengajaran Yesus memang begitu eksplisit ditampilkan oleh penulis Injil Yohanes. Ia senganja menampilkan berbagai bentuk karakter dalam meresponi pengajaran Yesus. Ada yang percaya, cepat percaya, ragu-ragu, ada yang butuh proses dan ada pula yang tidak percaya sama sekali. Dan di sisnilah sangat nampak bahwa teks ini merupakan satu kesatuan dengan teks-teks sesudah dan sebelumnya bahkan tujuan dari penulisan Injil ini.

Disain Literer
Di atas sudah di jelaskan bahwa teks Yoh. 7:1-8:30 merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau dengan kata lain terdiri dari satu judul perikop, yakni Respon terhadap pengajaran Yesus. Ada pun disain literarnya adalah sebagai berikut:
a.7:1-13 : Yesus dan Saudara-saudara-Nya pergi mengikuti hari raya Pondok Daun
b.7:13-44: Pengajaran Yesus dan respon terhadap otoritas pengajaran-Nya
c.7:45-53: Perdebatan mengenai Hukum Taurat, sebagai respon terhadap pengajaran Taurat menurut Yesus
d.8:1-30: Respon terhadap hal menghakimi menurut pengajaran Yesus

Dari Disain Literer di atas, nampak bahwa Yesus dalam pengajaran-Nya, berhadapan dengan sekelompok orang yang meragukan dan menolak untuk percaya pada pengajaran-Nya. Dalam merespon pengajaran Yesus, mereka mengunakan berbagai bentuk, di antaranya, ada yang percaya bila Ia berani menunjukkan keahlian-Nya, ada yang menolak mentah-mentah dengan berdebat, ada yang menanfaatkan orang lain untuk mencari kelemahan pengajaran-Nya bahkan ada di antara mereka berdiskusi kembali tentang makna Taurat, untuk membenarkan diri terhadap pengajaran Yesus yang dianggap menyesatkan.

Latar/Setting
Dalam narasi ini, ada tiga latar/setting yang perlu kita perhatikan, yakni:
A. Latar Spasial (Tempat)
Yesus berjalan keliling Galilea, hal ini dikarenakan di Yudea, orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya (7:1). Yesus dan saudara-saudara-Nya pergi ke Yerusalem untuk merayakan hari raya Pondok Daun (7:10). Di Yerusalem Yesus mengajar di Bait Allah (7:14, 28; 8:2, 20). Sementara para imam dan orang-orang Farisi terus mendebatkan pengajaran Yesus waktu di bait Allah (sebagai respon mereka apakah pengajaran-Nya itu benar), mereka menemukan janlan buntu dan akhirnya kembali ke rumah masing-masing, tetapi Yesus pergi ke bukit Zaitun, di mana bukit tersebut merupakan rangkaian dari 4 puncak bukit mini. Puncak tertinggi 830 m, dari mana dapat memandang ke bawah ke Yerusalem dan Bait Allah bagian sudut timur malalui lembah Kidron dan kolam Siloam. Seluruh kawasan bukit itu aman, maka tidak heran bahwa di tengah-tengah hiruk-pikuk dan ketegangan-ketegangan yang terjadi, Yesus pergi ke tempat yang aman tersebut untuk berkomunikasi dengan Bapa-Nya atau pun untuk beristirahat.
B. Temporal (waktu)
Ketika hari raya pondok daun hampir tiba (ini mengindikasikan bahwa saudara-saudara Yesus pergi ke Yerusalem beberapa hari atau satu hari sebelum perayaan dimulai), saudara-saudara Yesus pergi ke Yerusalem (7:2), tetapi sesudah (sebab Yesus pergi ke Yerusalem pada hari di mana perayaan itu dimulai), saudara-saudara-Nya berangkat, Yesus yang tadi-Nya belum mau, akhirnya berangkat juga, sebab Ia mempunyai rencana dan maksud yang lain dari saudara-saudara-Nya. Peristiwa perayaan tersebut, menurut tradisi Yahudi, dilaksanakan selama tujuh hari (7:10-53), selama perayaan itu berlangsung, Yesus terus-menerus mengajar dan Ia juga mendapat berbagai respon terhadap pengajaran-Nya tersebut. Akan tetapi sesudah perayaan tersebut pun Ia tetap mengajar di Bait Allah (8:2), Ia tetap menghadapi respon negatif terhadap pengajaran-Nya, tetapi cerita ini berakhir dengan respon happy ending, di mana dikatakan ”Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya” (8:30).
Jadi peristiwa dalam teks ini berlangsung sebelum dan sesudah perayaan hari raya pondok daun.
C. Kultural(budaya)
Dalam narasi ini salah satu latar/setting kultural yang nampak adalah perayaan hari raya pondok daun. Dalam bahasa Ibrani disebut dengan istilah khag hasukkot (Im. 23:24; Ul. 16:13) atau khag ha’asif (Kel. 23:16; 34:22). Salah satu dari tiga pesta besar Yahudi, yang dirayakan dari tanggal 15-22 bulan ketujuh. Inilah akhir tahun ketiga panen dituai, dan merupakan salah satu dari pesta ketika setiap lelaki harus muncul di hadapan Tuhan (Kel. 23:14-17; 34:23; Ul. 26:16). Pesta itu sangat meriah (Ul. 16:14). Nama ”Hari raya Pondok Daun” berasal dari kebiasaan bahwa setiap orang Israel harus diam di pondok yang dibuat dari cabang dan daun selama tujuh hari pesta itu (Im. 23:42)
Yesus tidak menolak kebudayaan dalam memberitakan pengajaran-Nya, tetapi Ia memakai kebudayaan tersebut sebagai alat untuk memberitakan Injil-Nya. Ia tahu kapan waktu yang tepat untuk pergi dan menghadiri pesta tersebut. Karena waktu-Nya bukan waktu saudara-saudara-Nya dan lain-lain, sebab Ia mengatakan bahwa waktunya belum tiba (7:6)
Dari ketiga bentuk Latar/setting di atas dapatlah kita simpulkan bahwa respon terhadap pengajaran Yesus sangat nampak secara eksplisit dipaparkan dalam teks Yoh. 7:1-8:30. sebelum dan sesudah perayaan tersebut berlangsung, berbagai bentuk respon kita temukan, yang pada dasarnya penuh dengan ketidakpercayaan. Akan tetapi sekali lagi, bahwa cerita ini berakhir dengan respon happy ending, di mana dikatakan ”Setelah Yesus mengatakan semuanya itu, banyak orang percaya kepada-Nya” (8:30).

Narator dan Sudut Pandang
Uraian narator dan sudut pandang narator dalam narasi Yoh. 7:1-8:30 hendak menguraikan berbagai respon terhadap pengajaran Yesus. Dalam teks tersebut, narator hadir dalam bentuk orang ke-3 tunggal dan tidak berbicara secara langsung. Kehadiran narator muncul dalam 7:1, 2, 5, 9, 10, 11a, 12a, 13, 14, 15a, 16a, 20a, 21a, 25a, 28a, 30, 31a, 32, 40a, 43, 44, 50, 53; 8: 1, 2, 3, 4a, 6, 7a, 8, 9, 20, 27, 30. Peran narator dalam teks ini, sangat dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa narator ingin menekankan bagaimana respon karakter-karakter tersebut terhadap pengajaran Yesus. Setiap respon yang diberikan oleh para pendengar, ia jelaskan dengan begitu lengkap, sebab di sini ia maha tahu dan maha hadir. Penekanannya jelas, yakni respons terhadap pengajaran Yesus.

Karakter dan Karakterisasi
Dalam teks Yoh. 7:1-8:30 ada beberapa karakter dan karakterisasi yang nampak, di antaranya adalah:
a.Yesus
Tema yang dibawakan oleh karakter Yesus adalah ”Yesus Sang Guru Agung”. Karakter Yesus sebagai Sang Guru Agung, secara eksplisit diceritakan dalam teks ini (7:14, 16-19, 21-24, 28-29, 33-34, 37-39; 8:12, 14-21, 23-30).
Pengajaran-Nya selalu di salah pahami dan sulit untuk dimengerti sehingga menimbulkan berbagai respon yang sangat kontroversi, bahkan nyawa-Nya pun terancam (7:1, 12-13, 20, 25-27, 30, 40-44). Yesus sebagai Sang Guru Agung berani menyatakan kebenaran di tengah-tengah bahaya yang mengancam-Nya. Ia selalu bersikap tenang dan tegas dalam menyikapi respon orang yang yang mendengar pengajaran-Nya.
b.Saudara-saudara Yesus
Tema yang dibawakan oleh karakter Saudara-saudara Yesus adalah ”Inisiatif yang keliru”. Inisiatif mereka untuk Yesus yang keliru, muncul dari ketidakpercayaan. Mereka berinisiatif agar Yesus pergi ke Yudea, agar bisa terkenal (7:3-4). Yesus mengerti bahwa mereka tidak percaya kepada-Nya dan Ia hanya mengatakan kepada mereka bahwa waktu-Nya belum tiba (7:6-8).
c.Orang-orang Yahudi
Tema yang dibawakan oleh Orang-orang Yahudi adalah ” Mencari-cari kesalahan”. Sikap mereka yang suka mencari-cari kesalahan, terutama dalam hal pengajaran Yesus, sangat nampak dari sikap reaktif mereka yang negatif, serta respon mereka yang selalu memperdebatkan pengajaran-Nya, yang pada akhirnya selalu bersikap ingin membunuh Yesus (7:1b).
d.Orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat
Tema yang dibawakan oleh orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat adalah ”Mencobai”. Mereka selalu mencari-cari kesalahan Yesus, yang pada akhirnya bisa menjadi bukti bagi mereka untuk membunuh Yesus. Banyak hal yang mereka gunakan untuk menjatuhkan Yesus, mulai dari memerintahkan para penjaga (7:32, 45, 47) bahkan samapai dengan membawa seorang perempuan yang kedapatan berzinah (8:3-7b), akan tetapi Yesus tahu apa maksud dan tujuan jahat mereka.
e.Orang Banyak
Tema yang dibawakan olah karakter orang banyak adalah ”Pertentangan”. Pengajaran Yesus mereka respon dengan pertentangan antar sesama dari mereka. Ada yang pro dan kontra (7:40-44). Respon mereka lahir dari ketakjuban mereka akan Yesus dalam pengajaran-Nya.
f.Nikodemus
Tema yang dibawakan oleh Nikodemus adalah ”Sok Tahu”. Nikodemus dinilai sebagai orang yang sok tahu dalam teks naras ini (7:52). Sebenarnya sikap Nikodemus adalah baik adanya, karena ia ingin menunjukkan kebenaran yang esensi menurutnya terhadap pemberitaan taurat (7:51), akan tetapi ia tidak dianggap dalam komunitasnya yang sedang memperdebatkan pengajaran Yesus.
g.Perempuan yang Berzinah
Tema yang dibawakan oleh karakter perempuan yang berzinah adalah ”ketidakberdayaan”. Ia dibawa ke hadapan Yesus sebagai ”kelinci percobaan” untuk mencari kesalahan Yesus (8:3-6). Sikap tidak berdaya ini muncul karena memang ia kedapatan telah melakukan zinah, sehingga ketika ia hendak diperhadapkan kepada Yesus untuk diadili, ia bersikap pasrah. Yesus menolong dia dari ketidakberdayaannya, dengan membebaskannya serta mengampuni dosa zinahnya (8:9-11).

Plot
Sesuai dengan tujuan Injil Yohanes (20:23), mengarahkan pembacanya supaya percaya kepada Yesus. Banyak contoh karakter yang digunakan penulis Injil Yohanes untuk memperlihatkan respons, proses dan bentuk-bentuk percaya kepada Yesus. Saudara- saudara Yesus, inisiatif mereka untuk Yesus yang keliru, muncul dari ketidakpercayaan. Orang-orang Yahudi, suka mencari-cari kesalahan, terutama dalam hal pengajaran Yesus. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, selalu mencari-cari kesalahan Yesus, yang pada akhirnya bisa menjadi bukti bagi mereka untuk membunuh Yesus. Orang banyak, timbul pertentangan antar sesama dari mereka. Nikodemus dinilai sebagai orang yang sok tahu. Perempuan yang berzinah, ia dibawa ke hadapan Yesus sebagai ”kelinci percobaan” untuk mencari kesalahan Yesus.
Melalui teks ini, penulis ingin memperlihatkan bagaimana respon orang-orang yang mendengar pengajaran Yesus yang adalah sebagai pengajar. Ada yang tidak percaya, mencari-cari kesalahan, ingin membunuh, timbul pertentangan, ada yang sok tahu, serta ada yang dijadikan sebagai kelinci percobaan.

Literary Device/ Tafsir Implisit
Di dalam narasi Yoh. 7:1-8:30, ada dua taktik literar yang ditemukan, yakni kesalahpahaman (misunderstanding) dan simbol. Respon karakter-karakter di atas yang salah akan pengajaran Yesus, lahir dari kesalahpahaman mereka dalam memahami pengajaran Yesus. Masing-masing karakter menunjukkan bentuk-bentuk kesalahpahaman mereka terhadap pengaran Yesus, sehingga muncul pertentangan baik antar sesama diri mereka sendiri, maupun dengan Yesus sebagai pengajar, yang hampir-hampir merenggut nyawa-Nya.
Dalam Yoh. 7:38 di situ kita menemukan penggunaan simbol oleh Yesus. Istilah yang digunakan di situ adalah potamoi ek tes koilias autou peusousin udatos zontos potamoi.LAI menerjemahkan dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup. Udatos zontos ( to live) diterjemahkan sebagai air hidup, dengan kata dasarnya udor zon. Tidak hanya orang banyak yang tidak mengerti tentang simbol tersebut, tetapi perempuan Samaria dalam Yoh. 4, juga tidak mengerti akan makna simbol tersebut. Narator di dalam ayat 39 menjelaskan tentang makna simbol tersebut, yakni Roh; ”Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya; sebab Roh itu belum datang, karena Yesus belum dimuliakan.” (7:39).

Tema-tema
Respon terhadap pengajaran Yesus yang ”kontroversial” terus berkembang sampai saat ini. Dalam hal ini, Gereja meneruskan misi Kristus, meneruskan pengajaran Kristus. Gereja hadir di tengah-tengah bermacam-macam suku, ras dan kebudayaan yang beraneka ragam. Pengajaran gereja juga menjadi kontoversi, di mana ada orang yang tidak menerima, ragu-ragu bahkan ingin dan telah dan akan menghancurkan dan membumihanguskan gereja. Bagimanakah sikap gereja dalam menyikapi hal ini? Dan bagaimana cara gereja agar tetap meneruskan pengajaran Kristus? Salah satunya adalah dengan jalan kontekstualisasi, di mana hal ini merupakan suatu kesadaran dari setiap orang yang memberitakan Injil Kristen selalu berupaya menyajikan berita Injil dengan istilah-istilah yang dapat dipahami oleh pendengarnya, karena para pemberita Injil dari segala masa menghadapai masalah inkulturasi mereka sendiri, dan juga masalah adat-istiadat, bahasa dan sitem kepercayaan bahkan kebudayaan-kebudayaan yang sudah mendarah daging dalam sutu masyarakat tertentu dalam setiap konteks tertentu di dunia ini.
Setiap orang yang memberitakan Injil Kristen selalu berupaya menyajikan berita Injil dalam istilah-istilah yang dapat dipahami oleh pendengarnya. Dalam usaha kontekstualisasi ini, ada dua bahaya yang mungkin timbul dan harus dihindari:
1.Pemberita berpikir bahwa berbagai warisan dari budayanya adalah bagian terpadu dari berita Injil; dan
2.Pendengar menambah kepada Injil beberapa unsur dari budayanya, sehingga mengubah dan menghapus segi-segi hakiki dari Injil itu.
Akan tetapi ada juga bahaya-bahaya lain yang sangat perlu diperhatikan dalam usaha mengkontekstualisasikan berita Injil, yakni: Bahaya pertama adalah bahwa bila kontekstualisasi tidak dilakukan, teologi akan menjadi tidak relevan; yang kedua adalah bahwa bila kontekstualisasi dilakukan dengan terlalu bersemangat, maka akan terjadi kompromi dan sinkretisme. Sebaiknya dalam memberitakan Injil kita harus mengunakan bentuk-bentuk budaya yang cocok untuk pelayanan Kristus, asal saja Injil itu tidak disangkal. Bila ini tidak dilakukan ada kemungkinan bahwa hanya lapisan-lapisan permukaan budaya yang akan diubah, bukan lapisan-lapisan yang dalam. Namun karena dalam kontekstualisasi kita selalu mengunakan bentuk-bentuk linguistik dan budaya pribumi, maka upaya ini selalu mengandung resiko, maka akan terjadi sinkretisme budaya dan agama. Piihan satu-satunya yang mungkin dalam menghadapi kedua bahaya ini, adalah kontekstualisasi yang setia baik terhadap budaya pribumi maupun kepada kewibawaan Alkitab. Artinya seberapa jauh suatu usaha kontekstualisasi dapat dinilai memadai dan autentik, diukur oleh tingkat kesetiaannya dalam mencerminkan makna Alkitab.
Adalah tugas seluruh umat Allah, terutama para gembala dan teolog, untuk dengan bantuan Roh Kudus mendengarkan, membeda-bedakan dan menafsirkan bermacam-macam bahasa jaman kita, kemudian mengartikannya dalam terang Sabda Ilahi, agar kebenaran yang diwahyukan selalu ditangkap lebih mendalam, dipahami lebih baik dan diwartakan lebih tepat.” Yang harus diingat adalah bahwa Amanat Agung harus digenapi agar dunia mendengar Injil; penginjilan dunia mencakup pemberitaan Injil dengan cara yang dapat dimengerti dan bila Injil itu tidak dimengerti, harus ada kontekstualisasi. Pada satu pihak hasil kontekstualisasi itu harus cocok dengan berita Alkitab sendiri, dan pada pihak lain harus dikaitkan dengan latar belakang budaya, bahasa dan agama penerima.

Rancangan Khotbah
Tema: Menyingkapi Pengajaran Yesus
Isi :
1.Gereja adalah bentuk konkrit dari pengajaran Yesus
2.Kontekstualisasi adalah jalan yang tepat untuk menerapkan pengajaran Yesus pada masa kini


Daftar Pustaka

Metzger Bruce M. , A Textual Commentary on the Greek New Testament. 3 ed. (Stuttart: United Bible Societies, 1998),

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (YKBK/OMF, Jakarta 2004)

Hesselgrave David J. , dalam Kontekstualisasi (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009)