Kamis, 28 Januari 2010

Sebuah Refleksi: Berteologi Secara Holistik



Mempertanyakan akan kesanggupan Yesus dalam mujizat-Nya, bukanlah sesuatu yang tabu bila dihadirkan pada masa kini, karena hal itu merupakan sebuah refleksi atau pun pergumulan iman, bukan pula suatu keragu-raguan yang dapat dinilai secara kasat mata.

Menghadirkan Yesus teks dengan Yesus yang kita kenal dalam teologi dan konteks kita memang membutuhkan suatu perenungan yang mendalam, sehingga kita pun tidak terjebak memperalat teks kitab suci (meskipun tidak kita keramatkan) atau pun kitab-kitab lainya sebagai cara kita untuk membenarkan telogi kita yang kadang terlalu subjektif dan terburu-buru dalam menaggapi dan meresponi keadaan zaman.

Dalam konteks kemiskinan misalnya; seorang teolog mengatakan” Tetapi patut sangat disesalkan, di tengah kenyataan kemiskinan dan kelaparan global yang dahsyat ini, 5000 ketul roti malah sekarang ini celakanya dihabiskan hanya oleh 5 orang dewasa Kristen berperut buncit bersama 2 anak mereka yang masih kecil yang terkena obesitas. Kenyataan bahwa orang Kristen sangat serakah tentu saja akan membuat banyak orang tidak bisa percaya sama sekali kalau dulu Yesus Kristus betul-betul pernah memberi makan 5000 orang dengan 5 ketul roti dan 2 ekor ikan!” begitu tuturnya.

Cerita tentang mujizat yang pernah Yesus adakan, kini mulai disangsikan. Pengikut-pengikut Yesus pun kena getahnya. Gereja dan segala yang ada di dalamnya menjadi sasaran empuk untuk dikambinghitamkan.
Cara berteologi yang demikian sama sekali tidak dapat menjawab pergumulan zaman, meskipun kelihatan lebih pro zaman. Asumsi-asumsi negatif terlalu banyak mempengaruhi teologi yang demikian, karena bertitik tolak dari humanisme yang tidak sesuai dengan pemahaman “humanisme” zaman sekarang ini.

Gereja dan segala yang ada di dalamnya bukan tidak menggumuli keadaan zaman yang ada di sekitarnya, tetapi gereja bukan Yang Mahahadir, Mahaada; singkatnya gereja adalah bagian dari pergumulan zaman itu juga, yang sedang sama-sama berjuang untuk dapat selangkah lebih baik bagi kehidupan zaman itu sendiri.

Rasa humanis yang ada pada diri setiap pemikir Kristen bukan suatu cara untuk melampiaskan kemarahan dan kegeramannya pada objek yang dapat dijadikan kambing hitam. Humanis yang diimbangi dengan cara berteologi yang holistik tidak bertujuan mencari penyelesaian atas suatu masalah dengan mengangkat derajat yang satu dan menurunkan derajat yang lain, tetapi mencoba merangkul teks dan konteks dengan benar dan bijaksana, sehingga jalan yang dicapai dapat dipertanggung jawabkan bagi diri sendiri, sesama dan Tuhan.

Adalah lebih bijak bila melihat dan menilai faktor penyebab kemiskinan, kelaparan dan sebaginya secara holistik, sehingga dalam meresponinya pun bukan dengan cara berteologi yang memecahbelah, tetapi teologi yang holistik yang membawa kepada suatu kesimpulan yang membangun, realistis dan bersahaja.

Janganlah terlalu menimpakan segala yang terjadi dan berkembang di setiap zaman ke dalam kehidupan bergereja dan persekutuan orang-orang percaya, tetapi gunakanlah razio dalam melihatnya secara utuh. Sistem pemerintahan di suatu tempat, pergumulan suatu bangsa (misalnya korupsi, sedikitnya lapangan pekerjaan, PHK, dan sebaginya), mutlak dipikirkan dan dikritisi, bukan hanya gereja dan segala yang menyangkut tentangnya. Dengan demikian, maka itulah cara berteologi yang holistik di mana antara rasa humanis dan refleksi atas hidupnya (teologi) seimbang.

Selasa, 12 Januari 2010

Firman-Mu Pelita bagi kakiku dan Terang bagi jalanku

Pendahuluan
Pernahkah lampu listrik di rumah kita padam? Dalam kegelapan, alat penerang, salah satunya;senter sangat membantu. Bila ada seorang yang sakit keras di rumah kita, tiba waktunya dia harus meminum obatnya. Lampu listrik tiba-tiba padam!, perlu ada senter untuk berjalan ke lemari obat. Juga perlu senter untuk memilih obat yang tepat, sehingga tidak salah obat dan akhirnya bisa berakibat sangat fatal. Senter ini memberi terang dalam kegelapan, agar kita dapat melakukan itu semua.

Seorang satrawan bangsa Israel pernah menulis: “FirmanMu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm 119:105). Firman Tuhan yang tertulis dalam buku ini adalah seperti senter tadi. Kita perlu membacanya dan menghafal ayat-ayat tertentu. Seperti senter tadi, Firman Tuhan akan menuntun kita dalam hidup ini. Ketika kehidupan kita terasa gelap, firman Tuhan menjadi penerang bagi kita. Itu berarti bahwa selama kita rajin membaca Alkitab dan melakukan dengan taat perintah Tuhan yang disampaikan melaluinya, percayalah, kita tak akan berjalan dalam kegelapan.

Isi
Mengapa Si Pemazmur mengatakan bahwa “Firman-Mu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku”!

Berisi Hukum-hukum yang adil (106, 108)
Apa yang kita pikirkan, ketika kita berbicara tentang hukum?
Kita mungkin akan membayangkan sebuah situasi, di mana ada seseorang yang sedang disidangkan atau sedang diadili. Mungkin juga kita akan berpikir bahwa hukum adalah sesuatu yang jahat dan tak manusiawi, serta banyak asumsi-asumsi kita yang muncul lainnya.
Firman Allah juga berisikan hukum-hukum-Nya. Hukum Tuhan berbeda dengan hukum yang ada di dunia, hukum yang bisa dibeli dan dipermainkan, hukum yang memandang status dan kedudukan, pandang bulu dan pilih kasih. Hukum Allah adalah adil adanya. Ia mengasihi, tetapi Ia juga menghukum.
Seorang tokoh sejarah gereja yang bernama Marcion telah jatuh ke dalam kesalahpahaman, ketika ia memahami hukum-hukum Tuhan. Ia mengatakan bahwa Allah di Pl adalah Allah yang kejam, karena penuh dengan sifat-Nya yang suka menghukum. Itulah sebabnya ia menolak Allah PL dan hanya menerima Allah PB yang menurutnya penuh kasih karuni dan anugerah. Selain Marcion, ada pula seorang yang bernama Charles Templeton. Walaupun tidak setenar Billy Graham, tetapi ia sangat dikenal di kalangan orang Kristen Amerika di tahun 50-60 an. Templeton adalah seorang penginjil yang sangat terkenal, ia merintis jemaatnya dari dua belas orang menjadi beribu-ribu orang, hanya dalam waktu yang relative singkat. Singkat cerita, jemaat yang telah dihimpunnya tersebut dikagetkan dengan berita bahwa ia meninggalkan imannya dan menyangkal semua apa yang telah ia khotbahkan. Hal ini terjadi ketika ia membaca dan melihat sebuah gambar yang di dalamnya diperlihatkan seorang ibu yang mengendong anaknya yang mati karena kekeringan. Templeton sangat terharu dan menyalahkan Allah yang tidak mau menurunkan hujan pada masa kekeringan tersebut. Allah menurutnya begitu kejam. Marcoin dan Charles Templeton adalah orang yang salah dalam memahami sifat Allah. Allah adalah Allah yang adil, baik dalam kasihnya maupun dalam hukum-Nya.
Allah tidak bisa dipermainkan, apa yang ditabur orang itu yang dituainya.
Tujuan Allah memberikan hukum-hukumnya adalah agar umat-Nya, mengasihi-Nya de- ngan sepenuh hati dan hidup saling-mengasihi satu dengan yang lainnya.
Si Pemazmur dengan Hukum Tuhan ini ia bisa mengerti/tahu bagaimana mengasihi Tuhan dan sesama, kita pun seharusnya demikian pula.

Memberi Kehidupan (107)
Dalam Mazmur Daud di 2 Samuel 22:29 kita dengar: “Engkaulah pelitaku, ya TUHAN, dan TUHAN menyinari kegelapanku”
Daud mengatakan perkataan nyanyian ini kepada TUHAN pada waktu TUHAN telah melepaskan dia dari cengkraman semua musuhnya dan dari cengkraman Saul.
Daud menemukan kehidupannya di dalam Firman TUHAN, ia menyadari bahwa keselamatannya hanya dari pada TUHAN semata.
Daud ditindas oleh musuh-musuhnya, tetapi ia menang karena Ia tahu bahwa TUHAN memberi kemengan kepadanya.
Apa yang menindas kita pada saat ini?
Pekerjaan yang sulit, penyakit yang tak kunjung sembuh, kemiskinan, keluarga yang berantakan, dll!
Banyak orang ketika mengalami berbagai masalah tersebut, stres, frustrasi, putus asa, gila, bahkan ada yang sampai bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan kita?
Di manakah kita bisa menemukan jawaban-jawaban atas segala persoalan yang kita hadapi tersebut?
Daud menemukan jawaban atas permasalahan hidupnya adalah ketika ia membaca Taurat Tuhan, di mana di dalamnya ia tahu bahwa hanya Tuhan jawabannya. Maka jikalau Daud menemukan jawabannya ada di taurat Tuhan, Jawaban bagi kita juga hanya ada di dalam TUHAN, yakni melalui FIRMAN-Nya!
Tetapi bagaimana kita bisa tahu kalau jawaban atas masalah kita ada dalam Firman Tuhan, bila kita sendiri tidak pernah membaca Firman Tuhan itu sendiri?
“ADA BANYAK BUKU YANG DAPAT MENAMBAH PENGETAHUAN TETAPI HANYA ALKITAB YANG DAPAT MENGUBAH ANDA”
Biarlah kita juga mengatakan “Engkaulah pelitaku, ya TUHAN, dan TUHAN menyinari kegelapanku”

Membuat Tidak Sesat (109-110)
Pengarang Mazmur ini adalah orang bijak yang mengarang Mazmur ini pada usia tua sesudah zaman Pembuangan di Babel. Isi Mazmurnya mengambarkan kegairahanya dalam mempelajari kitab Taurat. Kalau kita melihat secara keseluruhan pasal 119 ini, ternyata Mazmur ini terdiri dari 22 bait. Tiap bait terdiri dari delapan ayat. Di tiap ayat itu ia melukiskan keindahan isi taurat yang dipelajarinya. Untuk itu dalam tiap bait ia
memakai delapan sinonim yang berbeda sebagai penganti kata Taurat: seperti kata firman, perintah, janji, ketetapan, petunjuk, titah, hukum, dan peringatan. Jadi tiap ayat yang berjumlah 176 itu semuanya berpokok tentang kitab Taurat.
Perhatikan betapa besar gairah pengarang Mazmur 119 ini untuk belajar. Berkali-kali ia berseru , “Ajarkanlah kepadaku...” (ay. 64, 66, 68 ddl), atau “Buatlah aku mengerti...” (27, 34, 125, dll).
Orang yang gemar belajar Firman Tuhan, tidak akan mudah untuk disesatkan oleh berbagai-bagai rupa pengajaran dunia yang menyesatkan. Ia memiliki dasar yang kuat untuk berpegang dalam kebenaran.
Banyak ajaran-ajaran baru muncul, ajaran-ajaran yang bertentangan dengan kebenaran Firman Tuhan (adat/tradisi yang takhyul, ajaran-ajaran nenek moyang, dll).
Firman Tuhan menuntun kepada kebenaran dan tidak membuat sesat. Paulus mengatakan bahwa “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran” (2 Tim. 3:16).
Gemarlah membaca Firman Tuhan, seperti Si Pemazmur, sebab jikalau kita tidak gemar, kita akan mudah disesatkan dan diombang-ambingkan oleh berbagai-bagai angin pengajaran yang menyesatkan!!

Sumber kegirangan (111-112)
“Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatanNya, yang mencari Dia dengan segenap hati” (Mzm 119:2). Kutipan tadi menunjukkan bahwa masih sejak bagian awal dari Mazmur bacaan kita sekarang ini (Mzm 119) telah diketengahkan faedah/manfaat firman/perintah Allah: a.l. memberi kebahagiaan bagi yang menaatinya..
Pemazmur begitu cinta akan Firman Tuhan, sehingga ia mengatakan bahwa Firman Tuhan itu adalah milik pusakanya. Ia juga berkomitmen untuk setia kepada Firman Tuhan seumur hidupnya. Mengapa ia begitu cinta? Karena ia menyadari sumber kegirangan atau kebahagiaan yang sejati hanya ada dalam Firman Tuhan.
Apa yang menjadi sumber kebahagian sejati kita?
Harta, tahta (caleg), karya, nada hanyalah sumber kebahagiaan sesaat. Apalah artinya memiliki semuanya itu, bila hidup tidak bahagia dan tidak damai!
Pemazmur menyadari betul-betul hal ini, Ia adalah orang yang seorang Raja, kaya, dan terkenal; tetapi ia mengatakan bahwa harta atau milik pusakanya adalah Firman Tuhan, bukan harta, tahta dan segala-galanya. Baginya semua itu tiada artinya bila dibandingkan dengan Firman Tuhan.
Sumber kegirangan atau kebahagiaan sejati hanya ada dalam Firman Tuhan.


Aplikasi
Ketika Sir Walter Scott, seorang pengarang terbesar Inggris, berbaring menghadapi maut, ia meminta puteranya mengambilkan untuknya “buku itu”. Puteranya bertanya “buku yang mana?” yang dijawab oleh Scott “ Hanya ada satu kitab, Yaitu Alkitab!”. penghormatan kepada Alkitab semacam itu bukanlah ucapan yang bertakhyul, yang sentimental dari seorang yang bodoh. Itu adalah keyakinan dari seorang yang terdidik, cendekiawan yang cemerlang, seorang pujangga besar.
Begitu pula dengan Pemazmur, ia adalah seorang Raja, kaya dan terkemuka, tetapi Firman Tuhan baginya adalah sebagai pelita yang menerangi jalan hidupnya.
Siapakah dapat mengukur dampaknnya, seandainya kita semua sebagai orang percaya memberikan perhatian yang sungguh-sungguh pada ALKITAB, membacanya tiap hari, mematuhinya!
Kita telah melihat begitu banyak kesaksian pemazmur tentang Firman Tuhan, pertanyaannya adalah : Sudahkah Anda dan Saya memprioritaskan Firman Tuhan dalam kehidupan kita? Jikalau belum sekaranglah waktunya, saudara dan saya belum terlambat!