Senin, 15 Februari 2010

KORUPSI DITINJAU DARI SUDUT PANDANG PERJANJIAN LAMA



Penulis:
Devi Siskawati Sembiring, Edi P. Labang
& Hotma Sitompul


Pendahuluan
Fakta dari berbagai penelitian dan evaluasi yang dilakukan oleh beberapa lembaga berbeda, justru menunjukkan kecenderungan yang semakin memprihatinkan, serta pada umumnya penelitian-penelitian tersebut menyimpulkan, bahwa “Indonesia merupakan salah satu negara paling korup di dunia”. Marwan Effendy, mengatakan bahwa tingkat korupsi di Indonesia tetap tinggi, bahkan meningkat setiap tahunnya. "Dengan demikian, instrumen pidana, meskipun dengan sanksi yang tajam, belum mampu menanggulangi korupsi jika akar masalahnya tidak dibenahi," Ia menjelaskan, meskipun kepolisian, kejaksaan dan KPK semakin giat memberantas korupsi, namun tingkat korupsi tetap tinggi (www.analisadaily.com) . Itulah fakta yang ada, fakta yang seharusnya menjadi perenungan bagi kita semua, mengapa korupsi semakin merajalela di bangsa kita ini. Maka melalui tulisan ini akan diperlihatkan pandangan PL tentang korupsi, sehingga dengannya kita dapat mengerti apa kata PL tentang korupsi itu sendiri, dan bagaimana dampak-dampak korupsi tersebut.

Istilah Korupsi Dalam Perjanjian Lama
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan dalam bentuk-bentuk yang serupa lainnya. Dalam Kamus Bahasa Indonesia istilah tersebut mengarah pada tindakan penyelewengan uang atau penerimaan sogok yang terkait dengan kewenangan atau jabatan seseorang.
Dalam Perjanjian Lama dikenal beberapa kata sekaligus yang mengacu kepada suap. Pertama, syokhad yang mulanya hanya ‘pemberian’ atau ‘persembahan’. Dalam Yesaya 1:23 maupun dalam Yesaya 5:23 sering menggunakan kata ini, yang berarti suatu hadiah yang dipergunakan untuk menyuap seseorang. Kedua syalmonim yang mulanya menunjukpada bayaran yang diberikan kepada seorang hakim atas pelayanan yang ia berikan (Wildberger, 1991: 66). Ketiga, mattanah yang berarti pemberian atau persembahan.

Pandangan Kitab-kitab PL Tentang Korupsi

Kel. 23:1-9 & Ul. 16:18-20
Hukum Musa dengan jelas melarang adanya praktis suap. Khususnya dalam lingkungan pengadilan. Keluaran 23:1-9 dan Ulangan 16:18-20 yang memberikan tata aturan dalam pengadilan melarang para hakim untuk menerima suap, karena “suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar” (Kel 23:8). Peran hakim dalam pengadilan adalah menengakan keadilan. Keadilan seharusnya menjadi landasan bagi seorang hakim untuk memutuskan perkara; menyatakan yang benar bagi yang benar dan menyatakan salah bagi orang yang salah. Karena peran hakim sebagai penegak keadilan, mereka harus berusaha untuk mematahkan segala usaha yang dilakukan untuk membengkokkan keadilan dan mejaga agar diri mereka tetap berpegang pada keadilan. Suap membuat orang mengabaikan keadilan. Orang yang terlibat dalam dalam perkara dan tidak mempunyai uang untuk menyuap hakim, harus menjadi korban keputusan yang tidak adil.

Yesaya 1;21-23
Pada abad ke-8 sM, timbullah zaman yang makmur bagi Negara-negara Timur Tengah, termasuk Israel, oleh karena letaknya yang strategis untuk lalu-lintas perdagangan. Kekayaan harta materil yang dimiliki oleh para pemimpin di Israel sayangnya disalahgunakan dalam ibadah mereka yang penuh kemunafikan. Nabi mengejam para pemimpin kota, hakim, pejabat kerajaan, yang seharusnya menegakkan keadilan melalaikan tanggung jawab mereka sendiri dan untuk kekayaan mereka sendiri. Karena tingginya tuntutan hidup orang berloba-lomba untuk menghalalkan segala cara. Banyak perambasan hak milik, tanah, dan membungakan uang yang begitu tinggi sehingga orang miskin datang kepada hakim untuk meminta keadilan agar mereka mendapatkan hak mereka sendiri tetapi tidak berhasil, karena orang kaya yang punya uang mampu memberikan suap kepada hakim sehingga perkara mereka bisa menjadi menang. Tambahan lagi keputusan hakim dianggap benar dan tidak bisa diganggu gugat, kebiasaan hakim juga yang hidup berfoya-foya membuat para hakim ini ahli membuat minuman campur minuman keras. Sehingga untuk mendapatkan uang mereka memenangkan perkara orang fasik. Dan meloloskan perkara orang yang telah memberi suap kepada mereka.

Amos 5:7, 10-12
Amos muncul sebagai nabi di kerajaan Utara. Ia memprotes terhadap buruknya keadilan sosial Israel, ia mengatakan bahwa bangsa Israel telah menjual orang benar karena uang, artinya di Israel telah terjadi penjualan manusia, maupun anak-anak untuk menjadi budak pengganti utang. Orang yang menjadi budak karena tertawan di medan perang atau melalui proses hukum, yaitu untuk menebus utang mereka dijual untuk sejumlah uang. Orang kaya menindas orang miskin, para pejabat pemerintahan mengotrol tidak hanya spekulasi tanah dan proses pengadilan, mereka mengecilkan takaran padi dan menambah berat yang dipakai untuk menentukan beberapa banyak uang yang harus dibayar oleh seorang pembeli.


Kesimpulan Teologis

1.Kasus penyuapan, penyalahgunaan kekuasaan, merampas dan menindas hak orang lemah serta memutarbalikan kebenaran, kesenjangan sosial (yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin tambah miskin), semuanya itu adalah KORUPSI menurut kitab-kitab PL di atas.
2.PL sangat memberi perhatian yang serius terhadap keadilan sosial, khususnya dalam lingkungan pengadilan (Kel. 23:1-9; Ul. 16:18-20). Dari penjelasan di atas sudah jelas bagi kita untuk apa semua peraturan dan hukum diberikan kepada umat Allah. Selain sebagai respon terhadap perbuatan penyelamatan, penebusan, dan kasih Allah, juga untuk memelihara persekutuan dengan Allah. Juga memelihara kehidupan yang suci, baik, yang selamat, yang adil, yang benar dihadapan Allah. Tujuan yang lain ialah agar umat tidak berlaku kejam, lalim; tidak menindas sesama; tidak berlaku tidak adil terhadap sesama dan lingkungan.
3.Faktor dominan penyebab terjadinya korupsi di dalam PL, sangat berkaitan erat dengan faktor politik dan kekuasaan. Hakim sebagai penegak keadialan, telah menyalahgunakan kekuasaan dan menghalalkan segala cara demi kepentingan diri. Hal ini sangat relevan dengan konteks bangsa di mana kita berada saat ini, di mana survey membuktikan bahwa sekitar 85% dari kasus-kasus korupsi yang terjadi di daerah ternyata dilakukan oleh para pemegang kekuasaan, terutama di lembaga pemerintahan (Eksekutif) dan lembaga Legislatif. Dengan modus yang dilakukan pun sangat beragam, mulai dari perjalanan dinas yang fiktif, penggelembungan dana APBD maupun cara-cara lainnya yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri, kelompok maupun golongan, dengan menggunakan dan menyalahgunakan uang negara (www.analisadaily.com).
4.Ketidakadilan sosial yang sama dengan korupsi, dapat menjadikan orang budak di negara sendiri maupun di negara orang lain. Ini membuktikan bahwa faktor penegakan hukum yang masih lemah, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan `political will.` (www.Kapanlagi.com). Hal ini terbukti dengan maraknya kasus-kasus TKI maupun TWK yang mencari nafkah dan menjadi ”budak” di negeri lain, sebab bukankah negara ini ”kaya dan subur” (nyanyian Kidung Jemaat No. 337. Betapa Kita Tidak Bersyukur).

Jelas bahwa PL memandang negatif tindakan penyuapan, penyalahgunaan kekuasaan, merampas dan menindas hak orang lemah serta memutarbalikan kebenaran, kesenjangan sosial (yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin tambah miskin), semuanya itu adalah KORUPSI , karena bertentangan dengan nilai-nilai kerajaan Allah, di mana di dalamnya ada kasih, sukacita, damai sejahtera dan penghargaan akan kehidupan yang sangat tinggi. Potret Kerajaan Allah merupakan wujud dari nilai-nilai kerajaan Allah itu sendiri, maka prilaku yang kejam, lalim; menindas sesama; berlaku tidak adil terhadap sesama dan lingkungan, termasuk KORUPSI itu sendiri, bukanlah termasuk di dalamnya.