Minggu, 02 Mei 2010

Dogmatika Kristen Bersifat Statis?


Dogma Kristen bersifat statis? Pertanyaan ini bisa dijawab tidak dan juga ya. Dikatakan tidak, karena di dalam kenyataannya ada sejarah dogma. Dikatakan ya, karena sulitnya “dogma masa kini” menembus tembok-tembok kebekuan yang telah membatu – tradisi dan pengajaran gereja.

Sulit untuk menunjuk atau mengklaim dogma mana yang dikatakan statis, sebab kebanyakan gereja “telah menganut” faham dualisme (golongan Liberal atau golongan fundamental).
Ketika teolog-teolog tertentu mencoba mengkaji dan menggali dogma Kristen yang telah “dibakukan” berabad-abad, dan ternyata juga mendapatkan hasil yang “ berbeda” dengan dogma yang telah dipegang oleh gereja-gereja selama ini, bahkan bertolak belakang, teolog-teolog tersebut dikategorikan sebagai golongan liberal. Maka dengan demikian, benarlah bahwa dogma Kristen itu statis adanya.

Perkembangan teologi telah “dikerdilkan” oleh tradisi dan pengajaran gereja. Betapa tidak, seperti hal di atas tadi, disiplin ilmu teologi seperti biblika, etika, sistematika, praktika dan sebagainya, sekan-akan tidak memiliki dampak apa-apa bagi dogma Kristen. Kalaupun ada, kebanyakannya hanya digunakan sebagai alat untuk “membatukan” (memperkuat tradisi dan doktrin ) dogma gereja yang telah berakar kuat sejak dahulu kala.

Ketika ada teolog-teolog yang berani “membongkar” dogma gereja, gereja kemudian bereaksi dengan mencap liberal, sesat, mengucilkan dan memberhentikannya atas jebatan-jabatan gereja tertentu. Aneh memang kelihatannya? Gereja seakan-akan telah memiliki “satu-satunya kebenaran mutlak” di dunia ini.

Memang benar bahwa gereja harus tetap memelihara pengajaran yang sehat dan benar, yang sesuai dengan iman Kristen. Akan tetapi istilah pengajaran yang sehat, benar, dan sesuai dengan iman Kristen perlu untuk didefinisikan lagi, sehingga gereja tidak terjebak dalam definisi-definisi yang telah berabad-abad dibekukan itu.
Gereja telah merasa cukup puas dan aman ketika berada di dalam definisi-definisi yang telah dibuat berabad-abad, padahal definisi yang telah dibekukan itu akan membuat dogma gereja menjadi kecil, kerdil, eksklusif dan “fundamental.” Dalam hal ini bukan berarti nilai-nilai pengajaran dan tradisi gereja yang dibekukan itu tidak ada makna substansinya bagi kehidupan gereja masa kini, tetapi hal ini bermaksud mengajak gereja untuk mencoba keluar dari zona aman dan nyamanya tersebut.

Akhirnya, dogma gereja akan selalu bersifat statis, bila gereja tidak mau “mencairkan” diri dalam perkembangan disiplin-disiplin ilmu teologi. Akan selalu bersifat statis, apabila gereja selalu hidup dalam paham dulisme. Dinamisnya dogma jangang diukur dari faham liberal dan fundamental, tetapi “Iman yang Mencari Pengertian.”