Selasa, 19 Mei 2009

Tafsiran Perumpamaan Matius 21:33-46 "ANTARA KEPERCAYAAN DAN KESETIAAN"

Edi P. Labang

Pendahuluan
Salah satu keunikan dari pengajaran Yesus adalah dengan adanya perumpamaan, terutama dalam kitab Injil. Yesus tidak mengajarkan hal-hal tentang Kerajaan Allah dengan pengajaran-pengajaran yang bersifat teori belaka dan abstrak. Dalam pengajaran-Nya ia mengunakan segala sesuatu yang dikenal dan dekat dengan konteks pendengar-Nya. Dalam hal inilah Ia mengunakan banyak perumpamaan, sebab dengan perumpamaan Ia yakin para pendengarnya mengerti apa yang Ia beritakan. Tetapi sayangnya, banyak orang masa kini salah menafsirkan perumpamaan-perumpamaan Yesus, terutama dalam kitab Injil. Penafsiran mereka mengarah kepada penafsiran alegoris, sehingga pembaca kontemporer ”disesatkan”. Maka daripada itulah muncul cara penafsiran baru yang tidak alegoris, yang berusaha mencari pesan yang sebenarnya, yakni pesan yang dibawakan oleh karakter dalam perumpamaan tersebut.

Konteks Literer Perumpamaan
1. Relasi Inratekstual
Perumpamaan Penggarap-penggrap Kebun Anggur sangat erat kaitannya dengan perumpamaan-perumpamaan sebelum dan sesudahnya, yakni perumpamaan tentang dua orang Anak (21:28-32) dan perumpamaan Tentang Perjamuan Kawin (22:1-13). Perumpamaan Penggarap-penggrap Kebun Anggur muncul ketika Yesus berada di Bait Allah, Ia mengajar di situ, tetapi imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi mempertanyakan kuasa Yesus atau otoritas Yesus, sebab mereka inggin menyebak Yesus. Jadi perumpamaan ini dan kedua perumpamaan sebelum dan sesudahnya, sebenarnya untuk menjawab pertanyaan mereka tersebut.

2. Desain Literer
Dalam perumpamaan ini, terjadi perubahan suasana yang cukup mengesankan, yakni dari suasana atau tragedi di kebun anggur, berubah kepada suasana yang ada di suatu tempat yang ramai, yakni di bait Allah (21:23). Pembaca seakan-akan diajak untuk melihat sebuah drama singkat yang terjadi di kebun anggur, dimana di dalamnya ada berbagai karakter yang muncul, baik itu seorang yang terlalu percaya, serakah, pembunuh dan sampai kepada yang loyal dan setia sampai mati. Cerita ini begitu mengaharukan, sebab seorang tuan tanah harus rela kehilangan orang-orang kesayangannya yang sangat mengasihinya. Tetapi cerita ini berakhir dengan happy ending, dimana pada akhirnya tuan tanah membinasakan para penggarap yang jahat itu dan mencari para penggarap yang bertanggung jawab dan tentunya setia padanya. Perubahan suasana ke dalam bait Allah juga menegangkan, sebab imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi hendak menangkap Yesus, sebab mereka tersinggung dengan perkataan-Nya, tetapi mereka takut kepada orang banyak yang takjub pada pengajaran Yesus.

3. Latar (Setting)
Ada dua latar yang terjadi ketika Yesus menyampaikan perumpamaan ini, yakni:
a. Latar Dalam Perumpamaan
Cerita ini terjadi di lokasi kebun Anggur. Kebun Anggur sangat dikenal oleh para pendengar Yesus, ketika Ia menyampaikan perumpamaan ini. Termasuk juga orang yang kaya, yang memiliki kebun anggur yang luas, menyewakannya kepada para penggrap, hal ini mungkin lazim dilakukan oleh orang-orang di Israel. Jadi Yesus memakai gambaran-gambaran tersebut, karena itu lazim terjadi dan dikenal oleh mereka.
b. Latar Luar Perumpamaan
Latar luarnya adalah di dalam bait Allah ” Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan ketika Ia mengajar di situ...” (Mat. 21:23). Ketika Yesus berada di Bait Allah, Ia mengajar di situ, tetapi imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi mempertanyakan kuasa Yesus atau otoritas Yesus, sebab mereka inggin menyebak dan menangkap Yesus, mungkin karena mereka iri hati melihat banyak orang yang senang dengan pengajaran-Nya ketimbang pengajaran mereka. Markus juga menceritakan bagaimana cara Yesus mengajar ”Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat”(Markus 1:22). Jadi perumpamaan ini sebenarnya untuk menjawab pertanyaan mereka tersebut mengenai kuasa dan otoritas-Nya, termasuk juga mengenai siapa yang akan mewarisi Kerajaan Allah.

Karakter
Dalam perumpamaan penggarap-penggarap Kebun Anggur, ada 4 karakter:
Seorang tuan tanah
Penggarap-penggarap
Kelompok hamba pertama
Kelompok hamba kedua (lebih banyak dari yang pertama)
Kelompok hamba pertama dan kedua dapat dijadikan satu karakter.
Anak dari tuan tanah

Penjelasan:
Seorang tuan tanah
Yang dikatakan: Perkataannya muncul ketika ia hendak mengutus anaknya”Anakku akan mereka segani”.
Yang dilakukan: Membuka kebun anggur, membuat pagar sekelilingnya, mengali lubang tempat memeras anggur, mendirikan menara, menyewakan kebun anggurnya kepada para penggarap, berangkat ke negeri lain, mengutus para hamba dan seorang anaknya untuk mengambil bagiannya kepada para penggarap, membinasakan para penggarap yang jahat serta mencari para penggarap lainnya yang bertanggung jawab.

Para penggarap
Yang dikatakan: Perkataan mereka muncul ketika mereka melihat Anak dari tuan tanah ”Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita”.
Yang dilakukan: Menangkap, Memukul, Membunuh dan Melempari
Para hamba
Yang dikatakan: Tidak Ada
Yang dilakukan: Menagih

Anak dari tuan tanah
Yang dikatakan: Tidak Ada
Yang dilakukan: Menagih seperti para hamba

Pesan Perumpamaan
Perumpamaan ini terbagi dalam tiga bagian; pertama bagian perumpamaan ayat 33-39 kedua adalah penjelasan perumpamaan 40-46 dan bagian yang ketiga adalah dari Narator (45-46). Pesan yang dibawakan dalam perumpamaan Penggarap-penggarap Kebun Anggur adalah ”Antara Kepercayaan dan Kesetiaan”. Pesan ini muncul dari keempat karakter, yakni Tuan tanah, Para Penggarap, Para Hamba dan Anak Tuan Tanah itu sendiri. Karakter membawa pesan perumpamaan. Tuan tanah adalah orang yang sangat percaya kepada orang lain. Hal ini terbukti ketika ia mencari para pekerja untuk menggarap kebun anggurnya, ia tidak melakukan tes ataupun seleksi, sehingga tanpa ia sadari, ia telah memilih para pekerja/penggarap yang jahat yang kemudian hari menghianatinya. Para penggarap sendiri, telah jatuh ke dalam hidup yang serakah. Mereka tahu bahwa kebun anggur yang mereka kelola tersebut adalah bukan milik mereka, tetapi ketika mereka telah melihat hasil dari kebun tersebut, mereka melupakan dan menyalahgunakan kepercayaan tuan tanah yang telah pergi ke luar negeri tersebut. Sikap mereka yang penuh dengan keserakahan dan keinginan untuk memiliki yang besar, telah mendarah daging, sehingga mereka menghalalkan segala cara demi terwujudnya impian mereka untuk memiliki kebun anggur tersebut. Para penggarap tersebut menangkap, membunuh, memukul, dan melempari para hamba yang sangat setia kepada tuannya, bahkan anak dari tuan tanah yang setia pada perintah ayahnya juga mendapat perlakuan yang sama dengan para hamba tersebut. Apalagi ketika mereka tahu bahwa anak tersebut adalah ahli waris kelak, tentu akan sangat menghalangi mereka untuk mendapatkan kebun anggur tersebut. Para hamba dan Anak tuan tanah tersebut adalah orang yang setia pada tuan tanah. Tuan tanah percaya kepada mereka, sehingga ia menyuruh mereka menagih bagiannya kepada para penggarap. Kesetiaan para hamba dan anak tuan tanah tersebut, juga dikarenakan mereka percaya kepada tuan tanah. Untuk apa berani mati menagih jatah tuannya, bila mereka tidak setia pada tuan tanah. Untuk apa mau disuruh-suruh, bila tuan tanah pada akhirnya menipu mereka. Jadi antara kepercayaan dan kesetiaan sangat berhubungan erat. Orang yang bisa dipercaya adalah orang yang setia, tetapi orang yang tidak bisa dipercaya adalah orang tidak setia.
Di dalam Alkitab, banyak berbicara mengenai kaitan antara kepercayaan dengan kesetiaan. Yusuf adalah orang yang dapat dipercaya dan sangat setia,”Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya” (Kejadian 39:22). Dalam pengajaran-Nya, Tuhan Yesus juga sangat menekankan kaitan antara kepercayaan dan kesetiaan ”Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?” (Lukas 16:11). Kaitan yang erat antara kepercayaan dengan kesetiaan hanya dapat dicapai apabila seseorang dapat mengelola ”kebebasan” yang telah diberikan kepadanya. Yusuf adalah orang yang dapat memanfaatkan kebebasan yang telah diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya, sehingga ia menjadi orang penting di kerajaan Mesir, meskipun di belakangnya ada campur tangan Allah. Manusia seringkali menyalahgunakan kebebasan yang telah Allah berikan kepadanya, sehingga kegagalan dan mautlah yang akhirnya didapatkan.

Makna Teologis
Manusia mengalami kegagalan dan maut, hal ini karena manusia seringkali menyalahgunakan ’Kehendak Bebas’ yang telah Allah berikan kepada manusia tersebut. Allah menciptakan dunia dengan begitu sempurna. Dalam dunia yang sempurna itu, Allah juga menciptakan manusia yang sempurna pula, namun demikian Allah mengaruniakan kepada manusia ciptaan-Nya tersebut karunia kemerdekaan, yakni kemerdekaan untuk memilih (Kehendak Bebas). Allah tidak menciptakan manusia seperti robot, yang kaku dan segala tindakannya dibatasi. Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk bertindak.
Adam dan Hawa adalah manusia pertama yang menyalahgunakan kehendak bebas yang Allah berikan kepada mereka. Hal ini jelas, kerena mereka termakan oleh bujuk rayu iblis untuk menjadi seperti Allah. Manusia diciptakan Allah menurut gambar dan rupa-Nya dalam keadaan yang serba sempurna. Manusia dikaruniakan akal budi untuk memilih yang benar dan yang jahat. Inilah yang menjadi ujian, pencobaan, bahkan sebuah ujian yang berat. Adam telah menjatuhkan pilihannya, dan harus menanggung akibatnya. Ia telah menjadi ”perintis” jalan untuk setiap manusia yakni lahirnya dosa turunan. ”Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup” (Roma 5:18).
Manusia harus bisa mengelola kebebasan yang Allah berikan. Bagaimana cara mengelola kebebasan tersebut?. Kuncinya adalah dimana setiap manusia harus benar-benar percaya kepada Allah dan hidup setia kepada-Nya. Kepercayaan melahirkan pengenalan yang benar tentang siapa itu Allah dan kesetiaan menuntun pada pemilihan jalan yang benar yang Allah kehendaki.
Lalu bagaimanakah hubungan pesan perumpamaan di atas (33-39) dengan penjelasannya (40-44)?. Pesan perumpamaan ”Antara Kepercayaan dan Kesetiaan” dihubungkan Tuhan Yesus dengan Kerajaan Allah. Intinya adalah bahwa hanya orang yang dapat dipercaya dan orang yang setia yang akan mendapatkan Kerajaan Allah. Jadi kepercayaan dan kesetiaan berhubungan erat dengan Kerajaan Allah. Allah telah memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih apakah kita mau percaya dan setia kepada-Nya atau tidak. Konsekuensinya adalah hanya orang yang mau memilih percaya dan setia kepada Allah yang akan mendapatkan Kerajaan-Nya.

Efek Perumpamaan
Dari pesan dan inti perumpamaan Penggarap-penggarap, kita dapat melihat efeknya kepada audiens-audiensnya. Apa maksud Yesus menyampaikan perumpamaan tersebut kepada para pendengarnya.



1. Pendengar Pertama
Dalam teks perumpamaan di atas, sangat jelas sekali bagaimana efek ketika Yesus menyampaikan perumpamaan tersebut. Narator menjelaskan dengan sangat terperinci bagaiman efek dari pendengar pertama. Dalam ayat 45-46 di situ diceritakan bagaimana reaksi imam-imam kepala dan orang-orang Farisi ketika mereka ”mengerti” apa makna dari perumpamaan Yesus tersebut. Di situ dikatakan bahwa mereka berusaha manangkap Yesus, tetapi mereka takut kepada orang banyak, karena orang banyak menganggap Yesus sebagai Nabi. Jelas bahwa mereka sangat tersinggung dan marah karena Firman Tuhan menegor mereka, menegor kejahatan dan kefasikan mereka. Mereka tidak menyukai perkataan Firman tersebut, karena mereka menganggap diri selalu benar. Mereka telah dibutakan oleh kesombongan dan kebebalan hati mereka.

2. Pembaca Pertama
Apa sebenarnya masalah yang sedang dihadapi oleh jemaat asuhan Matius, sehingga Matius memasukan perumpamaan ini dalam tulisannya?. Besar kemungkinan, bahwa jemaat asuhan Matius yang terdiri dari orang-orang Yahudi, sangat menjunjung tinggi identitas mereka sebagai bangsa pilihan Allah. Mereka merasa lebih istimewa dari bangsa-bangsa lain. Hal ini perkuat lagi dengan pengaruh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi yang begitu fanatik. Kepanatikan mereka dikritisi oleh Yesus, bahwa semua bangsa adalah istimewa di hadapan Allah. Jadi Matius inggin menjelaskan kepada jemaat asuhannya agar tidak bersikap ekslusif dan menganggap bahwa hanya mereka yang diistimewakan Allah. Dan besar kemungkinan juga mereka meragukan kuasa dan otoritas diri Yesus. Maka dengan memasukan perumpamaan ini, Matius inggin menjawab pergumulan jemaat asuhannya.

3.Pembaca Kontemporer
Perumpamaan Penggarap-Penggarap Kebun Anggur memberikan pesan yang begitu penting, yakni dampak dari pada kepercayaan dan kesetiaan yang dihubungkan dengan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah untuk semua orang (bangsa), tetapi hanya orang-orang yang memilih untuk tetap percaya dan setia kepada Allah, itulah yang akan mewarisi kerajaan Allah tersebut. Allah memberikan kebebasan kepada kita untuk memilih Kerajaan-Nya atau kerajaan maut. Bagaimana kita mewujudnyatakan kepercayaan dan kesetiaan kita kepada Allah, yakni jikalau kita setia kepada Firman-Nya, mau ditegor oleh Firman-Nya ” Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita” (Ibrani 4:12).


Rancangan Khotbah

Tema: Kerajaan Allah Untuk Siapa?
1. Untuk Semua Bangsa
2. Untuk Orang Yang Memilih Percaya dan Setia Pada Allah

Penjelasan:
Kerajaan Allah untuk semua bangsa, hal ini bisa dipertentangkan dengan sikap eksklusif bangsa Israel yang menganggap bahwa Kerajaan Allah hanya untuk mereka sendiri. Kerajaan Allah untuk semua orang, tetapi hanya untuk orang yang memilih percaya dan setia pada Allah.


Tema: Bagaimana Mendapatkan Kerajaan Allah?
1. Percaya dan setia kepada Allah
2. Mau Ditegor Oleh Firman Allah

Penjelasan:
Kerajaan Allah didapatkan bukan dengan hasil usaha manusia semata, tetapi oleh anugerah Allah. Anugerah berarti percaya dan setia pada Allah. Orang yang percaya dan setia kepada Allah, sudah sewajarnya mau ditegor oleh Firman-Nya, agar tetap berada di jalan yang benar.

3 komentar:

  1. Ya saya setuju. Kita seharusnya tidak perlu mengkotak-kotakan, ini lagu kacangan, itu lagu teologis. Keduanya bersifat duniawi tetapi dapat dipakai untuk memuji Tuhan.

    salam,
    hendi

    BalasHapus
  2. Saudara Hendi,
    mungkin yang saudara komentari adalah tentang Nyanyian Gereja.
    Saya juga setuju dengan pendapat saudara, bahwa memang kedua-duanya tidak perlu dipertentangkan. Adalah lebih baik, bila kita belajar untuk memahami bahwa setiap penulis lagu pasti memiliki pengalaman-pengalaman tersendiri dengan Tuhan. Dengan demikian memperkaya kita untuk bisa melihat betapa besar karya Allah bagi ciptaan-Nya. Tks

    BalasHapus
  3. "Setiap penulis lagu memiliki pengalaman tersendiri dengan Tuhan"??? Masuk diakal juga, tapi tidak semua penulis lagu menulis lagu berdasarkan pengalamannya dengan Tuhan. Saya kira itu juga perlu dipertimbangkan.

    BalasHapus