Jumat, 18 September 2009

Pengalaman Bersama Tuhan, Pietis?


Edi P. Labang

Banyak orang yang sangat alergi bila berbicara tentang pengalaman hidup bersama Tuhan. Menurut mereka, apabila orang terlalu menekankan pengalaman hidup bersama Tuhan, apalagi pengalaman yang spetakuler itu adalah pietis atau terlalu kahrismatik dan imannya masih kecil. Akan tetapi apakah memang benar demikian?
Dari manakah datangnya pemikiran yang seperti itu, apakah dari orang yang belum mengerti apa itu pengalaman hidup bersama Tuhan, atau orang yang terlalu anti pietis dan anti aliran kharismatik. Atau kemungkinan juga orang-orang tersebut belum pernah mengalami atau belum bisa menyadari akan hidup bersama Tuhan.
Bila kita teliti lebih jauh, sebenarnya gereja dan banyak orang Kristen tetap bertahan sampai hari ini, salah satunya adalah karena mengalami hidup bersama Tuhan di dalamnya, karena itu gereja terus menyaksikan cinta kasih Kristus.
Tuhan tidak abstrak, tetapi dapat dirasakan, sebab bukankan kita sebagai orang-orang Kristen mengimani bahwa Allah kita adalah Allah yang hidup?, nah, Allah yang hidup itulah Allah yang dapat dialami dan dapat dirasakan oleh orang-orang yang percaya bahwa Ia hidup. Apabila kita mengatakan bahwa Allah kita hidup, tetapi kita tidak pernah atau merasa gengsi mengakui dan mengalami hidup bersama-Nya, berarti sama saja kita tidak mengakui akan keberadaan-Nya.
Pengalaman setiap orang yang hidup bersama Tuhan, memang tidak dapat diukur atau dinilai oleh siapa pun juga, tetapi hanya oleh orang yang mengalaminya tersebut. Entah itu bersifat spektakuler atau tidak begitu spetakkuler itu adalah cara Tuhan menyatakan dirinya kepada setiap orang atau gereja-Nya, sesuai dengan kehendak-Nya.
Ada beberapa hal yang perlu kita ingat, bahwa betapa pentingnya mengalami Tuhan dalam hidup ini:

Pegalaman Berasama Tuhan membuat kita tetap percaya
Semakin hari semakin banyak kemajuan yang ada di dunia ini, salah satunya adalah kemajuan dalam hal yang bersifat teologis. Banyak penafsiran-penafsiran yang ”mengoncangkan” iman dan seakan-akan bisa meruntuhkan iman dengan sangat dahsyatnya. Berkembangnya ilmu teologi membuat setiap orang Kristen harus semakin menagalami dan membuktikan imannya kepada Kristus. Membuktikannya tidaklah dengan membunuh, mengutuk atau membenci orang yang berbeda penafsiran dengan teologi kita, meskipun ada sekelompok orang yang begitu radikal, alternatif mereka adalah serang-menyerang, debat-mendebat, hakim-menghakimi, baik melalui tulisan-tulisan mereka atau pun melalui cara-cara yang radikal lainnya. Bila penafsiran teologi berbeda, itu adalah hal yang biasa, karena ilmu teologi itu terus berkembang dari waktu ke waktu. Perbedaan ini muncul karena setiap orang yang belajar teologi ”dengan otaknya dan imannya” melihat dari berbagai-bagai segi.
Lalu apakah hubungan perkembang ilmu teologi dengan pengalaman hidup bersama Tuhan? Pengalaman hidup bersama Tuhanlah yang menjadikan kita tetap dan memang harus berpegang bahwa Tuhan kita adalah Allah yang hidup, hadir dan menyertai kehidupan orang yang percaya kepada-Nya. Ditambah lagi dengan pengalaman hidup orang-orang kudus lainnya bersama Tuhan, yang kita lihat setiap hari, itulah yang juga menguatkan kita. Lalu apakah kalau kita tidak megalami Tuhan, Dia tidak pernah menyatakan Diri-Nya, bahwa Ia hidup?, tidak!, sebab sebelum kita ada pun, Allah telah menyatakan diri-Nya melalui alam semesta ciptaan-Nya, melalui Alkitab yang kita pelajari dan melalui sejarah hidup bangsa Israel
terlebih lagi melalui Yesus Kristus Anak Allah, Tuhan kita (penyataan umum dan penyataan khusus). Hanya kadangkala, penyataan-penyataan seperti inilah yang digoncangkan oleh oknum-oknum tertentu, sehingga menimbulkan tanda tanya besar dalam iman kita. Di sini kita dipertentangkan tetap di dalam Kristus atau menyangkal iman kita. Mengalami Tuhan adalah kunci yang jitu ketika doktrin dan tradisi kita digoncangkan oleh ”teologi modern” itu.
Pengalaman bersama Tuhan tidak dicari atau diusahakan, tetapi seiring kita tetap mengimani dan memiliki hubungan intim dengan-Nya, berserah penuh pada kehendak-Nya, dengan sendirinya kita akan menikmati pengalaman itu bersama Tuhan.

Pengalaman bersama Tuhan adalah ciri kehidupan orang beriman
Pengalaman hidup bersama Tuhan merupakan suatu tanda iman orang-orang yang percaya. Tuhan tidak hanya diimani, tetapi Ia dapat dilami. Jadi, orang yang mengalami Tuhan dalam hidupnya adalah orang yang mengimani bahwa Allah adalah Allah yang tidak jauh, Ia dekat dengan orang-orang yang Ia kasihi. Kita bisa mebayangkan, seandainya Allah hanya sampai di imani saja, tentu akan ada banyak orang-orang yang meninggalkan-Nya, terutama iman yang hanya sampai di akal budi saja yang menuntut adanya tanda atau bukti. Akan tetapi, apakah guna dan dan fungsinya bila iman itu harus menuntut tanda atau bukti dari Allah? Bukankah ketika kita meminta tanda atau bukti, termasuk ngotot untuk megalami Allah, itu membuktikan bahwa iman kita adalah bukan iman yang ”sebenarnya” (saya tidak bermaksud bersikap subjektif), iman yang seperti Allah kehendaki? (Ingat bahwa Allah tidak terselami oleh pemikiran kita serta Allah bukan "pesuruh" kita). Iman yang Allah kehendaki adalah iman yang percaya walaupun tidak melihat, artinya di sini tidak membutuhkan tanda ataupun bukti, meskipun kadangkala Ia sendiri yang memberikan bukti kepada kita; iman yang seperti penulis surat Ibrani utarakan: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." (Ibr. 11:1)
Pengalaman hidup dengan Tuhan inilah, meskipun terkesan adanya tanda atau bukti, yang menjadikan kita tidak beriman hanya sebatas iman di akal saja, tetapi iman yang mengalami. Lalu apakah orang-orang yang tidak pernah mengalami Allah dalam kehidupannya, adalah orang-orang yang tidak beriman?, tentu hanya ia sendiri yang tahu. Tetapi hemat saya, sedikit banyaknya, orang-orang yang percaya kepada Allah pasti pernah megalami Allah dalam imannya, maupun dalam kehidupan nyatanya sehari-hari. Tinggal ia menafsirkan hal itu, apakah itu dari Allah atau dari dirinya atau pun juga dari orang lain. Dan orang-orang beriman pasti akan mengatakan bahwa itu dari Allah semata.

Akhirnya, janganlah meremehkan pengalaman hidup bersama Tuhan, sebab hal itu sangat penting bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Yang lebih penting lagi adalah jangan takut di bilang pietis atau orang kharismatik, bila kita menyaksikan pengalaman hidup besama Tuhan, sebab pengalaman hidup bersama Tuhan adalah bukti bahwa ia memelihara, Ia hidup dan Ia menyelamatkan seisi dunia, baik dari segi jasmani maupun rohani. Bersyukurlah apabila sampai saat ini kita tetap mengalami Tuhan, dari pada menjadi orang Kristen yang selalu berbicara kasih Allah, keselamatan dari Allah, pemeliharaan dari Allah, tetapi tidak pernah mengalami Dia sebagai Allah yang kasih, Allah yang menyelamatkan di dalam diri Kristus, Allah yang memelihara dan sebagainya.
Selamat mengalami hidup bersama Tuhan!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar